Tuesday, October 23, 2007

Serba Jagung

Masa-masa setelah lebaran, selalu aku yang paling terakhir balik ke tempat kerja. Suasana, setelah semua keramaian dan keributan karena keponakan pada ngumpul, menjadi sepi kembali. Menu-menu masakan kembali normal. Tidak ada ketupat, opor, telur petis, daging bunder2 khas lebaran.

Rumah di yogya, tepatnya di daerah pogung, sebagian halaman belakang dijadiin kebun sama ortu. Saat lebaran tahun ini, tanamannya adalah jagung. Tepat sekali, berarti saatnya makan sop jagung. Rasanya sudah lama sekali tidak makan sop jagung. Sejak aku kuliah di Bandung, tidak pernah lagi mencicipi sop jagung.

Sebenarnya sih, ortuku menanam tomat juga, buat dibikin pizza. Ngetes oven baru rencananya. Hanya saja alam tidak bersahabat musim ini. Tomat-tomat yang ditanam ortuku, tidak berbuah dengan baik. Ukurannya kecil2. Ketika kami ke desa, untuk nyekar, melewati persawahan dan perkebunan, beberapa petak yang kulihat ditanamin tomat, juga tidak berbuah dengan semestinya. Yang laris adalah tembakau. Memang benar-benar kering yogya saat lebaran.

Pagi-pagi, bapakku memetik beberapa jagung muda di kebun (gambar atas). Tingkat kesulitannya tinggi loh. Kenapa ? Soalnya jagung-jagung tuh masih terbungkus sama klobot (kulit jagung). Jadi tidak keliatan, mana yang belum muncul biji jagungnya, mana yang jagung muda, dan mana yang sudah tua. Kalau dapat jagung tua, ibu ngomel2, "arep dimasak opo ?", hihihi. Soalnya jagung tua pasti keras, dan kami tidak punya hewan peliharaan.


Setelah memilih yang muda2, jagung kemudian diiris-iris, diambil biji2nya, serta diulek. Bonggolnya dibuang. (ya iya lah, mau diapain lage). Kemudian aku disuruh memetik seledri (gambar atas) buat tambahan bumbu2nya, selain merica dan garam. Lalu ada tambahan wortel. Setelah semua bahan direbus dan diaduk2, jadilah Sop Jagung !


Namun ternyata tidak hanya sop jagung. Ibu juga bikin dadar jagung. Bahan utamanya sama, jagung muda. Diulek bersama telur, ditambahi udang, siap untuk digoreng. Aku dulu, waktu masih SMA di Malang, pernah ditinggal ibuku untuk arisan. Tidak sempat untuk menggoreng dadar jagung buat makan siang. Aku diminta menggoreng sendiri. Heheh, langsung udang-udangnya kukumpulkan, dan kugoreng jadi satu dalam dadar jagung spesial. Sayangnya, dadar jagung spesialku malah tercerai berai, tidak ada jagung yang mengikatnya menjadi satu. Lebih banyak udangnya sih ... Langsung ketauan deh sama ibuku, koq yang lainnya tidak ada udangnya ?


Yak saatnya makan ! Sebagai pembuka, adalah sop jagung. Slurrpp, kental dan terasa banget jagungnya. Ditambahi juga dengan sedikit rasa merica, hmm enak. Jagung yang baru dipetik, tanpa pupuk buatan dan pestisida, benar-benar segar. Orangtuaku penganut organik, tapi tidak ekstrim. Kalau memang bisa ditumbuhkan sendiri, ya itu yang organik. Kalau tempe tahu, ya harus beli, walaupun dibuat dari kedelai transgenik-nya amerika. Beras pun organik, dari sawah sendiri di desa.

Tanpa terasa, piring sudah licin tandas. Belum-belum sudah terasa penuh perut. Karena memang jagung adalah karbohidrat. Tapi kalau belum makan nasi, ya masih kurang. Nasi putih mengepul dari beras organik, dimakan bersama dadar jagung. Wuih, ini juga enak. Udang memang favoritku, walaupun mengandung banyak kolesterol. Dadar jagung ini rasanya manis, sesuai lidah jawa. Kenyang deh ...

Thanks Mom ! I love you. Lanjut ...